Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kita mempunyai satu pemahaman yang sama, bahwa saat Tuhan mengizinkan masalah terjadi pada kehidupan seseorang. Salah satu alasannya adalah agar orang tersebut bertobat. Tetapi pertanyaan, apakah sebuah bencana atau masalah pasti membuat seseorang bertobat? Harusnya bertobat, bukan? Karena dalam bayangan kita, di mana saat orang yang sudah tidak berdaya, berada diujung tanduk kematian harusnya tidak ada pilihan lain, selain dia bertobat dan kembali kepada Tuhan. Akan tetapi, realitanya tidak semua masalah, bencana membawa manusia kepada pertobatan. Ada yang bukannya bertobat, malahan semakin keras hati. Ada seorang bapak yang sakit parah. Lalu saya meminta dia untuk bertobat. Hasilnya dia marah-marah dan tetap mengeraskan hati untuk tidak mau bertobat. Padahal nafasnya sudah sesak. Dia tetap meneruskan kebiasaan minum arak dan mabuk-mabukkan. Dia tidak takut kepada penyakit dan tidak takut mati. Malahan berkata, mati ya sudah, ngapaian takut mati, kapanpun juga mati. Bahkan menyalahkan Tuhan. Jika ada Tuhan, mengapa Tuhan tidak menolong saya? Sepertinya semua salah itulah, yang dilakukan oleh bangsa Israel. Sekalipun Tuhan sudah menghukum Korah, Datan dan Abiram dengan membuat tanah tempat mereka berdiri, terbelah menjadi dua hingga mereka terkubur hidup-hidup Bil. 1631-32. Harusnya orang-orang yang melihat kejadian tersebut segera tertobat, tetapi mereka tidak bertobat justru menyalahkan Musa. "Tetapi pada keesokan harinya bersungut-sungutlah segenap umat Israel kepada Musa dan Harun, kata mereka "Kamu telah membunuh umat Tuhan. Ketika umat itu berkumpul melawan Musa dan Harun, dan mereka kamu telah membunuh umat Tuhan." Ketika umat itu berkumpul melawan Musa dan Harun...Bil. 1641-42a."Mengapa manusia saat sudah berada dalam bencana dan masalah tetap tidak mau bertobat? kalau pertanyaan kita dikaitkan dengan Pandemi kali ini, Mengapa mereka tidak bertobat, padahal wabah sudah bersifat global? Jawabannya karena kita tidak yang ingin saya katakan? Sebenarnya bukan mereka yang harus bertobat, tetapi kita yang harus bertobat. Jika kita bertobat pasti kita akan tahu mereka sudah bertobat. 1 2 3 4 Lihat Humaniora Selengkapnya
SeorangPreman Mendatangi Ustad Mw Bertobat Apa yang akan Terjadi???trus ikuti video Kami
Oleh Raphael Z. Artikel asli dalam bahasa Inggris 5 Reasons You Should Repent – Again and Again Apakah pertobatan itu? Apakah orang-orang Kristen perlu bertobat? Kapan terakhir kali kamu bertobat? Sebagai orang percaya, kita tahu bahwa Yesus memanggil orang-orang yang belum percaya kepada-Nya dan orang-orang Kristen untuk bertobat ketika mereka jatuh ke dalam dosa Matius 417; Wahyu 25,16,21; 33,19. Namun, pertobatan terlihat seperti sebuah hal tidak menyenangkan dan kita harus memaksa diri kita untuk melakukannya. Itu seperti minum obat yang pahit ketika kita sakit. Kita tidak menginginkannya, tapi kita dipaksa untuk menelan obat yang pahit itu, karena kita tahu obat itu baik bagi kita. Dulu aku memandang pertobatan seperti itu, hingga suatu kali aku menyadari apa makna pertobatan yang sesungguhnya. Singkatnya, ada 3 hal yang terjadi dalam pertobatan Mengakui dosa kita, menolak dosa kita, dan berbalik kepada Allah. Semakin aku mengerti makna pertobatan yang sesungguhnya, semakin aku menyadari bahwa sesungguhnya pertobatan adalah sebuah hadiah yang indah dari Allah untuk kita. Mengapa? Inilah beberapa alasannya. 1. Pertobatan memungkinkan Tuhan memulihkan, mengampuni, dan menyucikan kita Dulu aku merasa tidak layak untuk mendapatkan pengampunan Allah ketika aku jatuh dalam dosa. Aku pikir, “Aku sudah menjadi orang Kristen dan sekarang aku masih mengecewakan Allah seperti ini. Bagaimana mungkin aku bisa berharap Dia mengampuniku?” Syukurlah, Allah meyakinkanku dengan mengingatkanku kebenaran ini “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” 1 Yohanes 19. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk mengakui dosa-dosaku kepada Tuhan, tidak peduli betapa aku merasa diriku “tidak layak” atau “tidak bersih”, karena aku tahu Dia akan mengampuniku dan menyucikanku, sehingga aku menjadi benar kembali di hadapan-Nya. Sama seperti Allah datang kepada kita sebelum kita mengenal-Nya, Dia juga masih datang kepada kita dan memanggil kita untuk kembali kepada-Nya sekarang jika kita telah jatuh ke dalam dosa. “Kembalilah kepada-Ku, demikianlah firman TUHAN semesta alam, maka Akupun akan kembali kepadamu” Zakharia 13; Maleakhir 37. Allah berjanji akan memulihkan kita ketika kita mengakui dosa-dosa kita Yeremia 159. 2. Pertobatan membantu kita untuk menjadi rendah hati Aku menyadari bahwa ketika aku mengalami kesulitan untuk bertobat, seringkali itu karena ada masalah kesombongan dalam diriku. Kesombongan adalah kebutaan rohani yang menyebabkan kita berpikir bahwa standar kita lebih baik dari standar Allah. Lawan dari kesombongan adalah kerendahan hati. Ada sebuah definisi kerendahan hati yang sangat aku sukai, “Rendah hati berarti setuju dengan kebenaran.” Mungkin itulah mengapa Paulus mengatakan bahwa pertobatan membuat kita mengenal kebenaran sehingga kita dapat menjadi sadar 2 Timotius 225-26. Ketika aku bertobat dan belajar untuk setuju dengan kebenaran standar Allah tentang kebenaran dan dosa, aku bertumbuh dalam kerendahan hati. Allah menghargai kerendahan hati Dia mengasihani orang yang rendah hati, dan menentang orang yang congkak Amsal 334; Yakobus 46. Jadi lekaslah bertobat agar kita dapat bertumbuh dalam kerendahan hati dan menerima serta menikmati belas kasihan Allah. 3. Pertobatan menjauhkan Iblis dari kita Pada masa-masa ketika aku dengan sengaja tidak menaati Allah, aku merasa jauh lebih sulit untuk percaya akan kebenaran-Nya. Sebaliknya, rasa bersalah, rasa ragu, dan rasa takutlah yang bersuara nyaring dalam hatiku. Pemikiran seperti, “Allah tidak mengasihimu lagi,” “Habislah kamu. Allah takkan memberikanmu kesempatan lagi,” dan “Allah sudah tidak peduli lagi denganmu sekarang” terus-menerus memojokkanku dan membuatku menjadi tidak damai sejahtera. Namun ketika aku bertobat dan berbalik kepada Allah, bisikan-bisikan Iblis yang menyesatkan ini mulai menghilang dan aku mulai bisa merasakan dan menerima kebenaran Allah lagi. Alkitab mengatakan kepada kita, “Tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!” Yakobus 47. Dalam ayat ini, tunduk kepada Allah berarti membersihkan tangan kita dan menyucikan hati kita dari dosa dan hati yang mendua Yakobus 48. Ketika kita berdosa, sesungguhnya kita sedang memberikan izin kepada Iblis untuk mendekat kepada kita, sebab “barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya” 1 Yohanes 38. Iblis itu dekat dengan mereka yang melakukan apa yang Iblis lakukan Yohanes 844. Dan ketika Iblis dekat dengan kita, dia “datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan” Yohanes 1010. Ketika kita tunduk kepada Allah dengan bertobat, kita sedang menyatakan bahwa kita adalah milik Allah dan kita dapat melawan Iblis dan pengaruhnya di dalam hidup kita. 4. Pertobatan membebaskan kita dari kuasa dosa Aku benar-benar merasakan ini dalam hidupku. Ketika aku bersikeras melakukan cara-caraku yang berdosa, yang paling rugi adalah diriku sendiri. Meskipun dosa itu terasa manis, pada akhirnya itu amatlah merusak. Dan ketika aku tidak mau mengakui dosa-dosaku kepada Allah karena kesombongan dan rasa maluku, aku akhirnya tetap berkubang dalam dosa-dosaku karena Iblis telah berkuasa di dalam hidupku. Hanya ketika aku mengakui dosa-dosa ini kepada Allah dan orang-orang yang aku percaya, dosa-dosa ini akan kehilangan kuasa untuk menipuku dan menyakitiku lebih lagi. Aku bersyukur karena Allah memberikan kita jalan pengakuan dan pertobatan sebagai cara untuk mendapatkan belas kasih-Nya. Karena Yesus adalah Imam Besar Agung kita yang senantiasa menjadi pengantara kita dengan Allah Ibrani 414, 725, kita dapat “dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” Ibrani 416. Alkitab memberi kita janji ini “Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan” Kisah Para Rasul 319. Jika kita tidak bertobat, kita takkan mampu menerima pertolongan dan kebebasan dari kuasa dosa. 5. Pertobatan membawa kita kepada kepenuhan hidup bersama Yesus Dosa akan membawa kita kepada kematian rohani. Firman Tuhan memberitahu kita bahwa “upah dosa ialah maut” Roma 623 dan Yesus berkata, “jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa” Lukas 133. Sebaliknya, pertobatan membawa kita kepada hidup Kisah Para Rasul 1118 dan keselamatan 2 Korintus 710. Sesungguhnya, ketika kita bertobat, kita mengundang Yesus untuk bersekutu dengan kita. Setelah mengingatkan orang-orang Kristen untuk “merelakan hati kita dan bertobat”, Yesus berkata, “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku” Wahyu 319-20. Sukacita yang tidak terukur dari memiliki hubungan yang erat dengan Allah adalah apa yang telah Yesus berikan kepada kita melalui kematian dan kebangkitan-Nya, sehingga kita “mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” Yohanes 1010. Itu akan mengalahkan segala tipuan dan “sukacita palsu” yang ditawarkan oleh dosa apapun! Kekekalan tidaklah dimulai ketika kita sudah ada di surga. Kekekalan itu telah dimulai sekarang dengan mengalami kepenuhan hidup bersama Allah, dan pertobatan memampukan kita untuk mendapatkannya. Akankah kamu bertobat dan kembali mendekat kepada Allah sekarang? Baca Juga Ketika Doaku Hanyalah Berisi Kata-Kata yang Indah Telapak tanganku berkeringat. Jantungku berdegup kencang. Pikiranku kacau. Bukan, aku bukan sedang gugup karena akan menghadapi ujian atau menyampaikan presentasi. Aku gugup karena harus berdoa bersama. Meskipun aku tumbuh di lingkungan keluarga Kristen, aku belum pernah benar-benar berdoa bersama dalam sebuah kelompok sebelumnya.
Ibrahimbin Adham ditemui seorang ahli maksiat. Ia menceritakan 5 hal yang membuat sang ahli maksiat bertaubat. Suatu hari seorang sufi terkenal bernama Ibrahim bin Adham kedatangan seroang tamu. Tamu ini sangat masyhur di kalangan masyarakat sebagai ahli maksiat. Tercatat, ia pernah mencuri, menipu, dan juga berzina.
Menjadi manusia sempurna tanpa dosa atau kesalahan sedikit pun tentu sangat tidak mungkin. Bahkan dalam sebuah kalam hikmah disebutkan, “Manusia adalah tempat salah dan dosa”. Ungkapan sederhana, namun menyimpan banyak makna di dalamnya. Dengan ungkapan tersebut, manusia tidak mempunyai alasan untuk sombong dan merasa lebih baik dari orang lain, karena antara dirinya dan orang lain sama-sama pernah melakukan dosa. Manusia dengan segala keterbatasan dan kekurangannya selalu diliputi kemungkinan berbuat dosa, baik disengaja atau tidak sekalipun. Apalagi jika hawa nafsu sudah menguasai jiwanya. Ia akan menjadi mainan yang sangat gampang untuk diajak berbuat kesalahan dan kemaksiatan. Bahkan, dalam kondisi itu, ketaatan seolah tidak bernilai sama sekali dalam kehidupannya. Namun, meski manusia tidak bisa lepas dari dosa, atau bahkan dosa-dosanya sudah menumpuk, bukan berarti tidak ada lagi jalan untuk memperbaiki dirinya. Karena, betapa pun besar dan menggunung dosa seorang hamba, pintu rahmat Allah selalu terbuka. Allah memberikan manusia kesempatan untuk memperbaiki dirinya, yaitu dengan cara bertobat dari perbuatan-perbuatan yang berkonsekuensi dosa. Secara etimologi, tobat berarti kembali. Sedangkan secara terminologi, tobat berarti meninggalkan pekerjaan-pekerjaan yang hina menuju pekerjaan yang mulia. Atau jika disederhanakan, sebagaimana yang disampaikan oleh Imam al-Ghazali, yaitu menyucikan hati dari dosa. Tobat menjadi sangat penting untuk dilakukan, karena dengannya, seseorang bisa membersihkan hati dari dosa-dosa yang mengotorinya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ اَلْخَطَّائِينَ اَلتَّوَّابُونَ Artinya, “Semua anak adam manusia melakukan kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah orang yang bertobat” HR At-Tirmidzi. Cara-cara Bertobat Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Tajul Arus menjelaskan tentang dua cara bertobat yang bisa ditempuh seorang hamba, yaitu 1. Al-Muhasabah intropeksi Maksdunya, orang yang ingin betobat harus tidak lepas dari introspeksi. Caranya, selalu berpikir sepanjang umurnya, jika waktu pagi datang, maka berpikirlah perihal apa yang akan dilakukan olehnya pada malam hari. Jika menemukan pekerjaan taat, maka bersyukurlah pada Allah, dan jika menemukan pekerjaan maksiat, maka istighfarlah kepada-Nya dan segera bertobat. Tidak cukup dengan itu, ia harus mencela dirinya atas maksiat yang diperbuat. Karena, tidak ada cara paling ampuh dalam bertobat selain mencela diri sendiri ketika melakukan kesalahan. Jika tips ini dilakukan, maka Allah akan memberikan kemuliaan, sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Ibnu Athaillah, yaitu فان فعلت ذلك أبدلك الله بالحزن فرحا، وبالذل عزا، وبالظلمة نورا، وبالحجاب كشفا Artinya, “Jika tips di atas dilakukan, maka Allah akan menggantikan kesedihan dengan bahagia, hina dengan mulia, gelap dengan cahaya, dan kondisi terhalang dari Allah dengan terbuka mengenal Allah” Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari, Farhatun Nufus bi Syarhi Tajul Arus, [Beirut Dar al-Kutub 2015], h. 17. Tidak cukup dengan itu, seorang hamba harus merasa bahwa dirinya selalu ada dalam pengawasan Allah ﷻ. Dengannya, tidak akan melakukan pekerjaan yang berujung dosa, bahkan tidak melakukan pekerjaan dengan tujuan selain Allah ﷻ. Dosa dalam diri manusia menjadi penyebab kegelapan hati yang selalu membekas. Maksiat bagaikan api, sedangkan dosa sebagai asapnya. Jika asap api mengenai rumah, seindah apa pun rumahnya akan menjadi tidak elok dipandang dan tidak nyaman ditempati. Begitupun dengan manusia, sebersih apa pun dia dari kesalahan. Jika maksiat sudah diperbuat olehnya, dan dosa menjadi konsekuensinya, maka Allah tidak akan senang dengannya, sehingga ia akan semakin jauh dari Allah. Oleh karenanya, tidak ada cara lain selain membersihkan dosa dalam diri manusia kecuali dengan cara bertobat. 2. Al-Ittiba’ mengikuti Rasulullah Maksudnya, orang yang ingin bertobat harus tunduk patuh mengikuti Rasulullah dalam semua tindakannya, seperti pekerjaan, ucapan, dan ibadahnya. Apalah arti sebagai umat Nabi Muhammad jika semua pekerjaan yang dilakukan justru tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah? Seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang tidak ada manfaatnya selama ia tunduk patuh dan mengikuti jejak langkah Rasulullah dalam kehidupannya sehari-hari. Ketentuan kedua ini begitu jelas, dalam Al-Qur’an Allah memerintahkannya, yaitu قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ Artinya, “Katakanlah Nabi Muhammad, Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” QS Ali Imran 31 Mengikuti jejak langkah yang dipraktikkan oleh Rasulullah, menunjukkan sebagai upaya menjadi bagian darinya. Berusaha menjadi bagian Rasulullah artinya berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ. Begitupun sebaliknya, tidak mengikuti Rasulullah artinya tidak ingin menjadi bagian darinya, dan tentu juga ingin menjauh dari Allah. Naudzubillah. Penjelasan tersebut mengingatkan kita pada kisah yang terjadi beberapa abad yang lalu, tepatnya ketika peristiwa perang Khandaq, yaitu pengakuan Rasulullah pada sahabat Salman al-Farisi yang dinyatakan sebagai keluarganya. Dalam haditsnya, secara jelas Rasulullah bersabda سلمان منا أهل البيت Artinya, “Salman merupakan bagian dari kita, sebagai keluarga.” Imam Suyuthi, Jam’ul Jawami’, juz 1, h. 1334 Sebagaimana diketahui, sahabat Salman bukanlah keturunan Rasulullah, bahkan tidak termasuk dari golongan suku Quraisy. Ia hanyalah pendatang dari kota Persia untuk masuk Islam. Betapapun demikian, sikap tunduk patuh dan mengikuti semua tingkah laku Rasulullah menjadikan orang Persia itu bagian darinya, bahkan dianggap sebagai keluarganya. Jika tunduk patuh dalam mengikuti langkah Rasulullah bisa dianggap sebagai bagian darinya, tentu mereka yang tidak mengikuti tidak bisa dianggap sebagai bagiannya. Hal ini tergambar secara jelas dalam kisah Nabi Nuh alaihissalam, ketika menganggap anaknya sebagai bagian darinya. Lantas, Allah berfirman kepadanya قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ Artinya, “Dia Allah berfirman, Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya sungguh tidak baik.” QS Hud 46. Dua peristiwa di atas menjadi sebuah bukti bahwa tidak ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan ampunan dari Allah ﷻ ketika bertobat selain mengikuti jejak Rasulullah. Bahkan Allah sudah menjanjikan ampunan bagi orang-orang yang taat pada Rasul-Nya sebagaimana disebutkan pada ayat di atas. Sunnatullah, santri sekaligus pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Kokop Bangkalan Jawa Timur.
Tuhanadalah Bapa yang selalu menerima kita meskipun di masa lampau kita telah bersalah dan berdosa. Kasih Tuhan besar bagi kita, tidak terukur dan tidak ada batasnya. Bandingkan Roma 5:6-9. Apa yang kaupunya gunakan dengan iman. Nabi Elisa bertanya apa yang dipunyai wanita itu di rumahnya. Ternyata wanita itu masih memiliki sedikit minyak di
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID hiAWGOsC4iamG3Wo7V-MnuImg06feS7QCIGVdvBn12H0Kg4lYOQudA==
. 301 326 132 200 113 438 481 107
apa yang terjadi ketika seseorang bertobat